Cinta
Sejati Dalam Islam
Makna ‘Cinta
Sejati’ terus dicari dan digali. Manusia dari zaman ke zaman seakan tidak
pernah bosan membicarakannya. Sebenarnya? apa itu ‘Cinta Sejati’ dan bagaimana
pandangan Islam terhadapnya?
Masyarakat
di belahan bumi manapun saat ini sedang diusik oleh mitos ‘Cinta Sejati‘, dan dibuai oleh impian
‘Cinta Suci’. Karenanya, rame-rame, mereka mempersiapkan diri untuk
merayakan hari cinta “Valentine’s Day”. Masyarakat di belahan bumi manapun saat
ini sedang diusik oleh mitos ‘ Cinta Sejati‘, dan dibuai oleh impian
‘Cinta Suci’. Karenanya, rame-rame, mereka mempersiapkan diri untuk
merayakan hari cinta “Valentine’s Day”.
Seorang
peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico
mengungkapkan hasil risetnya yang begitu mengejutkan. Menurutnya: Sebuah
hubungan cinta pasti akan menemui titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan
semata, tapi karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta
itu telah habis. Rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan
lebih dari 4 tahun. Jika telah berumur 4 tahun, cinta sirna, dan yang tersisa
hanya dorongan seks, bukan cinta yang murni lagi.
Menurutnya,
rasa tergila-gila muncul pada awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan
pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin,
feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia,
berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan
terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu
berkurang lalu menghilang. (sumber: www.detik.com Rabu, 09/12/2009 17:45 WIB).
Para
ulama’ sejarah mengisahkan, pada suatu hari Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu
‘anhu bepergian ke Syam untuk berniaga. Di tengah jalan, ia melihat seorang
wanita berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila bintu Al Judi. Tanpa
diduga dan dikira, panah asmara Laila melesat dan menghujam hati Abdurrahman
bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu. Maka sejak hari itu, Abdurrahman radhiallahu
‘anhu mabok kepayang karenanya, tak kuasa menahan badai asmara kepada Laila
bintu Al Judi.
Sehingga
Abdurrahman radhiallahu ‘anhu sering kali merangkaikan bair-bait syair,
untuk mengungkapkan jeritan hatinya. Berikut di antara bait-bait syair yang
pernah ia rangkai:
Aku
senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah
Duhai, apa urusan Laila bintu Al Judi dengan diriku?
Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita
Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.
Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,
Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu.
Karena
begitu sering ia menyebut nama Laila, sampai-sampai Khalifah Umar bin Al
Khattab radhiallahu ‘anhu merasa iba kepadanya. Sehingga tatkala beliau
mengutus pasukan perang untuk menundukkan negeri Syam, ia berpesan kepada
panglima perangnya: bila Laila bintu Al Judi termasuk salah satu tawanan
perangmu (sehingga menjadi budak), maka berikanlah kepada Abdurrahman radhiallahu
‘anhu. Dan subhanallah, taqdir Allah setelah kaum muslimin berhasil
menguasai negeri Syam, didapatkan Laila termasuk salah satu tawanan perang.
Maka impian Abdurrahmanpun segera terwujud. Mematuhi pesan Khalifah Umar radhiallahu
‘anhu, maka Laila yang telah menjadi tawanan perangpun segera diberikan
kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu.
Akan
tetapi tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa
penyakit yang menyebabkan bibirnya “memble” (jatuh, sehingga giginya selalu
nampak). Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Bila dahulu
ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang iapun bersikap
ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar
kepadanya. Tak kuasa menerima perlakuan ini, Lailapun mengadukan sikap suaminya
ini kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Mendapat pengaduan Laila ini, maka
‘Aisyahpun segera menegur saudaranya dengan berkata:
“Wahai
Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya.
Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang,
hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau
mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya
Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus
oleh Ibnu ‘Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559)
1. Temukan rahasianya
pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:
الْمَرْأَةُ
عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ. رواه الترمذي وغيره
“Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia ia
keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata
lelaki yang bukan mahramnya).” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)
2. Orang-orang Arab
mengungkapkan fenomena ini dengan berkata:
كُلُّ
مَمْنُوعٍ مَرْغُوبٌ
“Setiap yang terlarang itu
menarik (memikat)”
3. Dalam pepatah arab
dinyatakan:
حُبُّكَ
الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ
“Cintamu kepada sesuatu,
menjadikanmu buta dan tuli”
فَيَتَعَلَّمُونَ
مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ. البقرة 102
“Maka mereka mempelajari dari Harut dan Marut (nama dua
setan) itu apa yang dengannya mereka dapat menceraikan (memisahkan) antara
seorang (suami) dari istrinya.” (Qs. Al Baqarah: 102)
الدِّينِ
تَرِبَتْ يَدَاكَ. متفق عليه
“Biasanya, seorang wanita itu dinikahi karena empat
alasan: karena harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya dan karena
agamanya. Hendaknya engkau menikahi wanita yang taat beragama, niscaya engkau
akan bahagia dan beruntung.” (Muttafaqun ‘alaih)
4. Dan pada hadits
lain beliau bersabda:
إِذَا
خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ
تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. رواه الترمذي وغيره.
“Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau
sukai, datang kepadamu melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya
akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.” (Riwayat At
Tirmizy dan lainnya)
5. Cinta yang tumbuh
karena iman, amal sholeh, dan akhlaq yang mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak
akan lekang karena sinar matahari, dan tidak pula luntur karena hujan, dan
tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput.
الأَخِلاَّء
يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ. الزخرف 67
“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada
hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang
yang bertaqwa.” (Qs. Az Zukhruf: 67)
6.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ
إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ
يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه
“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya
ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai
dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia
mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran
setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak
diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun ‘alaih)
Yahya
bin Mu’az berkata: “Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena
orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena
ia berlaku kasar kepadamu.” Yang demikian itu karena cinta anda
tumbuh bersemi karena adanya iman, amal sholeh dan akhlaq mulia, sehingga bila
iman orang yang anda cintai tidak bertambah.
maka cinta andapun tidak akan bertambah. Dan
sebaliknya, bila iman orang yang anda cintai berkurang, maka cinta andapun
turut berkurang. Anda cinta kepadanya bukan karena materi, pangkat kedudukan
atau wajah yang rupawan, akan tetapi karena ia beriman dan berakhlaq mulia.
Inilah cinta suci yang abadi saudaraku.